Allahu Akbar! “It ‘s very amazing moment when I am beside you, my sister … Masya Allah … Ya Allah … I am very happy …” kalimat itu berurai dari mulut seorang Aysha-nama hijrah seorang Joanna. Tak henti-henti dia memelukku, mencubit pipiku, menggendong anak-anakku (dua anak saya yang masih batita) secara bergantian, ekspresinya begitu sumringah. Sulungku yang hampir berusia lapan tahun mengarahkan kamera telefon kepada kami, atas permintaan Aysha yang tampak bergembira kerana boleh berkumpul bersama saudari muslimah untuk berbuka puasa bersama di masjid Krakow.

Wajar saja ‘seheboh’ itu sikap Aysha, ibarat ‘fresh from the oven’, semangatnya memang sedang menjulang tinggi, mengaliri ketulusan jiwanya yang baru beberapa bulan lalu menjadi muallaf. Ramadhan 1432 Hijrah ini adalah ramadhan pertama. Ia bertutur, “Sebenarnya hati saya sudah condong kepada islam sejak beberapa tahun lalu. Tapi sister, saya baru mantap bersyahadat di akhir tahun lalu, dan secara rasmi tercatat kemusliman saya adalah beberapa bulan yang lalu, sejak saya sudah berusia lapan belas tahun.”


Bermula dengan perkenalannya akan forum perbincangan remaja yang membincangkan tentang agama di sebuah laman web, ada seorang teman yang menghantarnya hadiah berupa Al-Quran lengkap dengan terjemahannya berbahasa Inggeris. Agar dapat melancarkan bahasa Inggeris, ia pun tertarik membaca ‘buku’ itu.

Namun hal yang membuat hatinya lebih berdebar adalah ketika kemudian keluarganya bercuti ke sebuah bandar di Mesir, di sana terasa kental suasana islami, terutama di rumah keluarga sang teman (yang dia kenal melalui dunia maya pula). Diam-diam hatinya berkata, “Saya mahu menjadi ibu yang anggun dan baik hati seperti ibunya teman saya ini …” ibu yang dilihatnya adalah seorang muslimah berpakaian menutup aurat, lengkap dengan cadar / niqob. Sang Ibu yang begitu cekatan melayani tetamu-tetamu di rumahnya serta sangat ramah dan penyabar ketika menghadapi anak-anak kecilnya yang selalu aktif dan ‘heboh’.

Ia utarakan kepada orang tuanya bahawa ia sangat tertarik pada islam, dan saat itu orang tua masih belum menjawab secara serius. Dalam pencariannya menuju hati yang mantap, Aysha meneruskan bacaan terjemahan Al-Quran, belajar solat secara on-line dengan rakan-rakan muslimnya, dan ia mulai banyak bertanya di forum tanya-jawab tentang Islam.

Aysha hanya tinggal dengan seorang kakak lelaki dan mama mereka, sementara papanya telah berpisah, dan sudah lama tinggal di kota lain. Namun mama dan papanya tetap menjalin hubungan pertemanan, dan suatu hari beberapa bulan yang lalu ketika orang tuanya memutuskan bercuti ke Mesir lagi, Aysha bilang, “Saya ikut ke sana, sekalian ingin bersyahadat di masjid …”

Orang tuanya sangat marah, selama ini mereka tak tahu kalau ternyata Aysha sudah ‘jauh’ belajar tentang Islam. Namun kerana usia Aysha sudah hampir lapan belas tahun yang bererti boleh punya pilihan hidup sendiri, maka orang tuanya menyerahkan keputusan padanya. Tadinya, keluarga besar mamanya ingin mengusir, “Apa-apaan kamu, tidak ada keluarga kita yang bukan pemeluk katholik! Pergi sana kalau mahu masuk Islam! “Aysha bilang,” Saya siap jika harus pergi … “dengan yakinnya ia berkata sedemikian, sang mama mencegahnya dan berujar bijak,” Tidak, jangan pergi, anda boleh memilih agama barumu. Itu keputusan peribadimu, silakan saja. Tapi tetaplah tinggal bersama mama. ”

Aysha berharap, suatu hari, mamanya pun memperoleh hidayah menjadi muslimah sebagaimana dirinya (aamiin). Banyak hal yang dikritik sang mama seiring banyaknya perubahan pada diri Aysha. Misalnya ketika Aysha langsung menutup auratnya, kemanapun ia pergi saat di luar rumah selalu berhijab, bahkan ia ingin ‘meng-up date’ kad identiti dirinya yang sudah berhijab, sang mama berkata, “Koq kamu begitu anehnya, apakah kamu sudah gila? Orang-orang lain yang muslim perempuan masih banyak yang berpakaian biasa sahaja, pakai seluar pendek dan baju tanpa lengan, lihatlah … “(mereka kala itu berada di Mesir, dan juga membandingkan dengan bandar-bandar lain, seperti di negara Indonesia ketika sebuah saluran televisyen membincangkan tentang dunia islam). Aysha menjawab, “Saya diperintahkan Allah untuk menutup aurat, inilah pakaian muslimah yang sebenarnya. Saya tidak tau kenapa muslimah yang kita lihat, ada yang belum menutup auratnya, saya do’akan mereka akan berhijab, mereka punya alasan masing-masing, mama, dan kelak di hadapan-Nya juga diminta pertanggung-jawaban masing-masing … ”

Suatu kali Aysha menolak makan kue bolu coklat yang dibuat mamanya. “What ‘s wrong, Aysha?”, Tanya si mama. Aysha bilang, “Saya melihat kakak menambah alkohol pada adunan yang mama buat. Saya mau makan kue bolu bikinan mama jika tanpa alkohol, “serius dia menjawab.

Dan ketika Saya menawarkan untuk ikut meng-order daging halal pada brother yang biasa mengedar daging halal, Aysha berkata, “Sorry, dear sister, Saya belum bekerja. Mama-lah yang membelanjai makanan buat kami. Jadi jika saya beli daging halal, ‘it’ s special meat … and expensive ‘, kami tidak mampu membelinya, mengingati … “bisiknya. Saya sangat terharu. Memang harga daging halal adalah empat kali ganda daripada harga pasaran daging potong yang biasa dijual di pelbagai kedai daging di Krakow.

Yah, salah satu perjuangan seorang muslim dalam menjaga kehalalan makanannya adalah pengeluaran dana yang lebih besar untuk ‘special meat’ ini. Maka jika berkesempatan bertemu ketika berbuka puasa bersama, saudari lain membahagikan daging halal kepada Aysha dan teman muallaf lain-sekurang-kurangnya cukup buat porsi makan sahur dan berbuka puasa mereka keesokan harinya.

Aysha bercerita, beberapa hari lalu papanya datang jam enam petang dan membawakan kue untuk dimakan bersama. “Saya berpuasa, pa …”, ujarnya. Si papa kaget, “What ‘s …? Kamu menyeksa diri?! “Nada suaranya sangat kesal.

“Oh, tidak. Bukan menyiksa diri. Puasa adalah rukun islam, pa. Saya adalah muslimah sekarang … Apa yang diperintahkan oleh Allah, saya perlu taati … “kata Aysha. Sang papa menggelengkan kepala berkali-kali, bingung melihat keanehan puterinya yang dulu amat manja. Mereka harus menanti hingga pukul sembilan ketika azan maghrib, waktu berbuka puasa untuk menikmati kuih.

Sahur adalah waktu sang mama mengomel-ngomel. Sebab walaupun Aysha perlahan-lahan menyiapkan makanan di dapur, mama dan kakaknya tetap mendengar suara-suara ‘berisik’ dan merasa terganggu. Maka Aysha menyiasatinya dengan makan malam di waktu tengah malam (waktu yang telat buat makan malam, namun menu makan malam yang sudah disiapkan si mamanya tinggal dipanaskan sahaja) sebagai pengganti makan sahur, sekurang-kurangnya sekarang mamanya tak lagi banyak mengomel.

Subhanalloh, awal september nanti Aysha bersiap-siap memasuki jenjang perkuliahan, ia sangat tertarik pada dunia arkitek, dan ia lulus memasuki universiti dambaannya pada jurusan arkitek. Manakala ia melihat keadaan Islamic-Centre Krakow yang masih ‘lumayan tidak rapi’, ia begitu bersemangat untuk ikut mengemasnya. Ia bilang, “Sister, tolong bukakan pintu masjid esok petang, kami datang lebih awal, saya dan temanku ingin membersihkan WC, izinkan saya pula untuk menyumbang idea, bla bla …” begitu antusiasnya sister Aysha menjelaskan idea-idea gemilangnya supaya bilik masjid itu kelak lebih selesa digunakan.

Satu lagi ‘keuntungan’ ketika Aysha berkumpul bersama-sama kami, ia langsung menjadi ‘baby-sitter’ dadakan. Anak-anak sangat ceria bermain dengannya, ia pun berharap suatu hari kelak, ia dapat menjadi ibu yang baik, mendampingi anak-anak bermain dan belajar, dalam sebuah keluarga muslim yang utuh. Ia bilang, “Tadi pagi ketika di rynek (pusat pelancong Krakow) ada pemandangan keren, semua orang melihat kepada pemandangan ‘aneh’ itu, iaitu ada keluarga muslim dari jazirah Arab tengah bercuti, dan si isteri tetap menggunakan niqob.

Subhanalloh … Keluarga itu cuek saja walaupun ada orang yang sampai berhenti mendadak kerana ingin menontoni mereka. Wah, bagi saya, keren banget keluarga itu! “Katanya. Yah, di Krakow, saudari-saudari (asal jazirah Arab) yang biasa berniqob, harus melepas niqobnya, disini masih teramat hebat busana sedemikian. Jadi pasti akan di-cek melulu oleh pihak keselamatan, apalagi ‘booming’nya berita keganasan yang dikaitkan dengan Islam oleh media-media musuh Islam.

Namun pada kenyataannya, benarlah janji Allah ta’ala, Dia sendiri yang menjaga segala ciptaan-Nya, pun yang menjaga hati para pemeluk hidayah-Nya. Banyak orang malah berbalik tertarik pada islam justru kerana hembusan fitnah media, pada palarangan niqob, pada keunggulan ‘pandangan aneh’ yang dilabel-kan kepada pemeluk islam nan kaffah. Allahu Akbar!

Sekarang sister Aysha bertanya kepada anda, duhai muslimah, “Jika saya yang baru memeluk agama-Nya ini dan langsung menjalankan kewajipan dengan seyakin-yakinnya. Lantas kenapa anda-muslimah yang sudah lama merasakan cahya Islam, masih ragu-ragu menutup aurat anda, padahal itulah satu-satunya cara untuk menjaga kehormatan diri? Saya sangat bersyukur menjadi muslimah, dan insya Allah cara berjumpa seorang suami kelak tak meniru ‘tradisi’ teman tempatan sini yang biasa hidup bersama sebelum menikah. Saya berdoa semoga anda yang belum berhijab, akan memantapkan hati: berhijablah, saudariku yang kucintai kerana Allah … “senyumnya amat tulus.

Allah ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya’ …” (QS. An-Nuur [ 24]: 31). Ketika turun ayat-Nya tersebut yang memerintahkan untuk menutupkan kain tudung hingga dada para wanita, seketika itu para suami mengkhabarkan isi perintah ayat itu kepada isteri, anak-anak perempuannya dan saudara perempuan mereka. Segeralah mereka mengambil kain dan menutup aurat hingga seluruh tubuh. Sami’na wa atho’na adalah kunci keselamatan.
Wallahu ‘alam bisshowab.
(Bidadari_Azzam, @ Islamic-Centre, Krakow, malam 21 Ramadhan 1432 H)

Posting Komentar

Jika anda merasakan artikel ini berguna sila share bersama kawan-kawan anda
Sila Komen Dengan Berhemah,Tulisan Dari Anda Adalah pendapat Dari Anda

 
Top